Kisah di Balik Penjara




Tak ada yang tahu, bagaimana garis nasib seseorang dituliskan. Termasuk Mbak Han teman lamaku. Ia  berprofesi sebagai guru ngaji di TPQ Surabaya. Siang itu, Ia yang sedang asyik tidur  bersama anak-anaknya. Tiba-tiba terbangun setelah mendengar ketukan pintu yang cukup keras. Ketika mengintip dari balik tirai jendela, ia kaget karena di depan rumahnya sudah menunggu laki-laki berbaju polisi.


Mbak Han segera membuka pintu rumahnya sembari menanyakan maksud kedatangan Pak polisi itu. Ia pun diberondong pertanyaan seputar suaminya. Mana mungkin Mas Aji melakukan kejahatan? selama ini tak pernah ada masalah dalam kehidupan rumah tangganya. Bahkan suaminya dikenal di kampungnya sebagai orang yang jujur, ringan tangan, jamaah aktif di masjid dan selalu ramah kepada semua orang.

Ketika polisi menyodorkan bukti kejahatan suaminya, ia tak bisa berkata apapun, hanya pasrah dan merelakan suaminya dibawa ke kantor polisi.

“Demi Allah Bun, aku gak melakukan kejahatan itu. Aku dijebak Bun!” Berulangkali suaminya meyakinkan kepada Mbak Han, jika penggelapan uang sebesar 100 juta itu hanyalah tipuan. Tanda tangan yang dibubuhkan di surat itu semua palsu.

Tak ada yang bisa dilakukan Mbak Han, selain menerima putusan pengadilan. Termasuk hukuman yang akan dijalani suaminya selama lima tahun. Ia yang hanya ibu rumah tangga biasa, sekarang harus memutar otak bagaimana caranya bisa memenuhi kebutuhan hidup dan biaya sekolah kedua anaknya. Menggandalkan gaji guru TPQ jelas tak mungkin.

Setiap sore, ia membawa barang dagangan  untuk ditawarkan ke teman-temannya dan para wali santri di TPQ. Semua rasa malu dikesampingkan. Pokoknya harus bertahan hidup, tanpa harus menjual apapun yang ada di dalam rumah. Walaupun ia harus bekerja keras siang dan malam.

Rumahnya yang cukup besar ia ubah menjadi Pesantren Balita dengan membuat kurikulum yang berbeda dengan tempat penitipan anak pada umumnya. Ada materi sholat dhuha, pembiasaan akhlak dan pembelajaran mengaji dengan metode Qiroati. Sebuah paket lengkap bagi para orang tua. Mereka tidak merasa terbebani dengan menitipkan anak mereka. Karena mereka memasukkan anaknya ke Pesantren Balita.

Pernah suatu ketika, beberapa tetangga dan teman mengajarnya menyarankan Mbak Han untuk meninggalkan suaminya. “Sudah Mbak, gak usah ditunggu lagi. Sampai kapan harus berjuang terus menafkahi keluarga.” Mbak Han hanya tersenyum, baginya menikah cukup satu kali. Ia memilih tetap setia kepada suaminya, walaupun perjuangan hidup yang dilaluinya cukup berat.

Mbak Han semakin melebarkan bisnisnya, dengan bergabung menjadi pesyiar baitulloh. Ia tawarkan paket umroh dan haji dengan mendatangi semua kenalannya satu persatu. Berulangkali ditolak, ia coba lagi. Terus semangat dan tanpa putus asa. Hingga akhirnya ia berhasil menawarkan paket umroh itu. Semakin lama semakin banyak para jamaah yang menggunakan biro travel yang ia tawarkan. Prestasi leader pun ia raih. Mbak Han kini bisa bernafas lega. Usaha yang dia jalankan menuai hasil.

Semua kawan yang dulu mencibir, menganggapnya remeh. Sekarang ramai-ramai mendekat kepadanya. Andai dulu ia menyerah, putus asa dan memilih meninggalkan suaminya. Entahlah apa kebahagaian itu dapat ia rasakan. Belum tentu. Dengan ikhlas dan sabar menjalani ujian ini, ia mendapatkan dua kebahagiaan. Kesuksesan dan kembalinya suami tercinta.

 Memang benar jika ada kata motivasi,
“Man jadda wa jadda”, artinya “Siapa yang bersungguh-sungguh maka ia akan sampai pada yang dicita-citakan”. Dan kalimat motivasi kedua, “Man shabara, dzafira”, siapa yang bersabar ia akan menang. Semoga kisah ini bisa menginspirasi kita untuk tetap semangat di tengah ujian yang melanda. Apapun yang terjadi, tetap berbaik sangka kepada Allah. Terus memohon perlindungan dan dikuatkan dalam menjalani ujian ini. Termasuk di masa pandemi ini, jangan lupa terus ikhtiar dan lengitkan doa-doa kita di sepertiga malam.  


Comments

Popular posts from this blog

KONSEP LIVABLE CITY BIKIN AWET MUDA DAN ANTI AGING PALING AMPUH

BELAJAR DARI KAMPUNG LALI GADGET, “PERMAINAN TRADISIONAL KEMBALI JADI IDOLA ANAK”

TYROL