TYROL
Membayangkan
bisa kembali beraktivitas lagi seperti semula rasanya menyenangkan. Apalagi
berkumpul bersama teman-teman dalam acara kajian. Sungguh nikmat yang luar
biasa. Aku merindukan semuanya. Termasuk berkunjung ke rumah Ibu. Untuk sementara harus berpuas dulu dengan
video call.
Sudah seminggu
ini ada yang menyita perhatianku. Tentang kondisimu dan bagaimana kabarmu yang
tiba-tiba menghilang, membuatku semakin khawatir. Hey, kau di mana? Apa kau
baik-baik saja?
Bagaimana aku harus mencarimu dengan hanya berbekal foto yang kau kirim beberapa bulan yang lalu saat kau masih kuliah.
Bagaimana aku harus mencarimu dengan hanya berbekal foto yang kau kirim beberapa bulan yang lalu saat kau masih kuliah.
Di tengah
pandemi Corona di wilayah Eropa yang semakin menggila jumlahnya, siapa yang tak
parno. Italia tempat yang paling dekat dengan daerahmu. Kamu tinggal di wilayah
Tyrol. Daerah yang terkenal dengan pegunungannya yang indah. Eits, untuk
saat ini aku tak mau membahas destinasi alam di Tyrol. Sungguh sangat
menggodaku, rasanya ingin berkunjung ke sana. Sekarang fokus dulu bercerita tentang pandemi di sana.
Aku tak bisa
berfikir dengan jernih. Melihat pemberitaan di sejumlah media dan youtube
membuatku was-was. Apalagi suhu di sana sangat dingin mencapai minus tujuh
derajat celsius. Gimana si corona gak makin nyaman? Lha ketemu dengan tempat
yang pas. Makin manjalah si Corona. Efek suhu dingin itu membuat penyebarannya makin
masif.
Italia menduduki
peringkat ke dua dengan jumlah kasus Corona terbanyak. Angka kematiannya
mencapai 19.468 kasus (suara.com, 12/11/2020). Wuihh… seram ya. Berapa luas
lahan yang dipersiapkan untuk melakukan penguburan masal seperti itu. Horror euy.
Mengapa angka
kematian di Italia tinggi? Semua itu bukan karena peralatan medis yang kurang
canggih, tapi rumah sakit yang tak lagi bisa menampung pasien covid-19. Terlalu
banyak yang terinfeksi virus itu apalagi menyerang warganya yang lanjut usia
dengan riwayat penyakit yang sudah ada sebelumnya. Sehingga angka kematian di
sana tinggi. Italia mempunyai jumlah penduduk berusia muda sangat sedikit.
Sehingga tim medis akan mendahulukan menyelamatkan yang lebih muda ketimbang
mereka yang sudah tua.
Dan Tyrol adalah
wilayah perbatasan yang paling dekat dengan Italia. Di Austria jumlah
penderita Corona paling banyak adalah di daerah Tyrol. Dan angka kematian di
sana cukup besar. Karena khawatir aku telepon, chat via wahttsapp dirimu,
tapi tak pernah ada jawaban.
Sebenarnya ada masalah apa denganmu? Jika kau tak
ingin terganggu privasimu. Jangan beritahu aku, jika kamu positif covid-19.
Siang itu dengan santainya kau menghubungiku via video call. Dan menceritakan
kronologis bagaimana kamu tertular virus itu. Ruangan isolasi tempat kamu di
rawat dan bagaimana wajahmu yang lemas membuatku khawatir. Selepas itu kamu menghilang,
susah dihubungi.
Berhari-hari aku
menanti kabar darimu dik. Makan tak enak, tidur pun tak nyenyak. Hingga aku
hubungi kembaranmu. Untuk membantuku mencari tahu bagaimana kondisimu
sekarang. Kembaranmu yang terbiasa ke
luar negeri, sangat mudah untuk mendapatkan info tentang dirimu. Ia segera
meminta bantuan PPI (Persatuan Pelajar Indonesia) Austria untuk mengetahui
kondisimu. Alhamdulillah, mereka merespon dengan cepat. Dan segera
menghubungkan kembaranmu dengan staf KBRI yang ada di Wina, Austria.
Kembaranmu
menceritakan detail perihal dirimu, yang saat ini sedang terisolasi di salah
satu rumah sakit. Ia meminta bantuan
kepada KBRI untuk memastikan keadaanmu di sana. Jika ternyata kau sudah sembuh,
kembaranmu memohon untuk tidak mengizinkanmu keluar rumah dulu.
Begitu sayangnya
kembaranmu, hingga ia memohon kepada KBRI untuk memantau dirimu. Memastikan kau
tidak kekurangan bahan pangan selama kondisi lockdown. Dan melarang dirimu
untuk keluar rumah. Kau sering meremehkan virus ini. Kau sering bilang
kepadaku, keluar secara diam-diam hanya untuk bekerja demi mendapatkan
penghasilan tambahan. Kau ingin menukar uang Euro dengan Rupiah yang saat ini
lagi melemah. Halo, kau sehat dik? Lebih mementingkan uang ketimbang
kesehatanmu,. Ampun deh. Padahal di sana pengawasannya sangat ketat. Ketahuan
keluar rumah dengan alasan bekerja, maka akan dikenakan denda sebesar 1000
euro. Tapi kau tak takut.
Lalu mau mu
bagaimana dik?
Dengan data yang
minim, ternyata pihak KBRI sangat susah melacak keberadaanmu. Apalagi peraturan
di Tyrol, pihak Rumah Sakit tidak mau memberikan data terkait dengan pasien
Covid-19. Privasi pasien sangat dilindungi di sana.
Makin rumit kan
masalahnya. Nomor telpon Austriamu juga tidak aktif. Semua orang mencarimu.
Pihak KBRI berusaha menghubungimu berkali-kali dan tak satupun panggilan yang
kau jawab. Keluargamu juga kau abaikan.
Hey, kamu dicari
banyak orang dik. Gemezzz rasanya.
Aku hanya bisa
menunggu kabar dari KBRI. Biarkan mereka yang bekerja. Hingga tepat jam tujuh
malam. Aku dihubungi kembaranmu. Ia menyampaikan jika pihak KBRI berhasil
melacak keberadaanmu.
Harap-harap
cemas hatiku dik, ketakutan akan kondisimu yang makin parah, memenuhi kepalaku.
Dan ternyata aku
salah.
“Apa? Ternyata
kau lagi jalan-jalan ke taman?”
“Membeli segala
kebutuhanmu selama lockdown? Kenapa kau tidak mengabariku dik?” Tepok jidat
berkali-kali deh.
Pihak KBRI
menceritakan kepada kembaranmu. Jika kau membenarkan perihal isolasi di rumah
sakit itu. Tapi ternyata kau negative Covid-19. Gejalanya penyakitmu mirip
dengan virus yang lagi viral. Tapi ternyata bukan Corona. Setelah lima hari,
kau diperbolehkan pulang dari rumah sakit.
Senang, campur
lemas aku mendengarnya. Kenapa gak cerita dari dulu, tentang kondisimu?
Ya Ampun dik, bercandamu
terlalu garing, di saat pandemi seperti ini. Aku bersyukur setelah kejadian
ini, kau tak bisa bekerja di luar. Stay di rumah atau visa mu akan dicabut. Bersabarlah,
tunggulah hingga pandemi ini berakhir. Ini semua demi keselamatanmu. Aku juga
stay di rumah, walaupun udah kangen melihat dunia luar.
Comments
Post a Comment
Silahkan berikan saran dan kritik terhadap tulisan ini